Apakah di perbolehkan mewakilkan akad nikah atau yang lainnya melalui telepon?
Apakah hukumnya al-kohol yang berada di dalam minyak wangi ?
Terdapat perbedaan pendapat dalam masalah ini, salah seorang dari ulama aden yang bernama Ismail Al-gharbani telah berfatwa bahwa al-kohol tersebut najis,dokter Ali Al-bar berfatwa bahwa sanya itu suci ,dan Imam Nabhani mempunyai karangan tentang masalah ini dan dia sangat mengingkari hal itu dan dia berkata sesungguhnya itu adalah najis karena didalam minyak wangi terdapat al-kohol dan itu adalah sesuatu yang dapat memabukkan dan cair dan dia juga berkata bahwa sanya minyak wangi selain dari itu seperti minyak wangi arab terlepas dari minyak-minyak wangi buatan perancis dan ciri-ciri minyak wangi yang terdapat al-kohol ialah apabila api dinyalakan di dalamnya maka dia akan menyambar. Kesimpulannya selagi masih ada perbedaan pendapat tentu terdapat subhat (keraguan) maka lebih baik itu di tinggalkan terutama di baju yang digunakan untuk shalat “tinggalkanlah segala sesuatu yang meragukan kamu kepada sesuatu yang tidak meragukan kamu “ ada apa seseorang menggunakan itu sedangkan di sana masih ada yang lainnya
Seorang perempuan suaminya telah hilang dalam kurun waktu yang cukup lama contohnya 4 tahun dan tidak diketahui apakah dia telah mentalak istrinya atau belum, dan juga dia tidak mengirimkan kabar dan nafakah, sedangkan perempuan tersebut berkehendak untuk menikah dengan laki-laki lain, dengan cara bagaimanakah agar nikahnya di perbolehkan?
Adapun jika jangka waktunya hanya 4 tahun saja maka tidak di perbolehkan bagi perempuan tersebut untuk menikah lagi karena itu adalah waktu yang pendek ,lain halnya apabila jangka waktu hilangnya tersebut panjang dan tidak di ketahui apakah dia masih hidup atau sudah meninggal seperti 40 tahun atau 50 tahun atau tidak di ketahui masanya, maka pada saat itu perempuan tersebut mengajukan perkara tersebut kepada hakim kemudian hakim tersebut berijtihad dengan cara menanyakan ,berapakah umur suaminya ketika hilang?
misalnya 20 tahun atau 30 tahun, kemudian dia menayakan berapa lama suami tersebut hilang? miasalnya sekian tahun maka hakim berijtihad dengan cara melihat kepada teman-temannya, apakah mereka masih hidup hingga umur tersebut ,maka apabila lebih condong bahwa sanya dia tidak hidup lagi maka hakim menghukumi bahwa dia sudah meninggal, dan apabila hakim sudah menghukumi bahwa dia sudah meninggal maka perempuan tersebut menjalani ’iddah lalu dia menikah. Dan tidak mungkin baginya untuk menikah tanpa mengajukan perkara tersebut kepada hakim dan sebelum hakim mengeluarkan hukum bahwa suaminya sudah meninggal dengan cara berijtihad, dan itu semua apabila perempuan tersebut masih mendapatkan nafakah dari harta milik suaminya yang tertinggal, dan adapun apabila suaminya meninggalkannya walaupun hanya sebentar tanpa memberikan nafakah dan dia tidak mempunyai harta yang di tinggal agar seorang hakim bisa memberi nafakah dari harta tersebut, maka menurut Asy-syaekh Zakaria di perbolehkan bagi perempuan tersebut untuk meminta faskh nikah (membatalkan akad nikah )dan di wajibkan bagi hakim untuk meneliti apakah benar suaminya meninggalkannya tanpa memberikan nafakah dan juga dia tidak mempunyai harta, dan apabila itu terbukti maka hakim memberikan izin kepada perempuan tersebut untuk membatalkan akad nikah. Adapun menurut pendapat ulama yang lain tidak diperbolehkan membatalkan akad nikah selama suaminya yang hilang masih mampu, dan membatalkan akad nikah itu ada syarat-syaratnya. Dulu para sadah bani alawi (para ulama/pemuka dari keturunan Rosulullah saw) tidak senang untuk membuka bab faskh, masalah ini telah di sebutkan dalam kitab misykah ……………..karangan Syaekh Basaudan, begitu juga di dalam kitab bughyatul mustarsyidin.
Apakah sesuatu yang memabukkan yang diharamkan itu khusus untuk sejenis minuman? ataukah hukumnya umum untuk sesuatu yang cair lalu mencakup al-kohol dan sejenisnya? apakah sesuatu yang memabukkan itu pasti najis menurut pendapat empat mazhab?
Apa yang di maksud dengan menjadikan orang-orang kafir itu sebagai sahabat ? dan apakah terdapat batas-batas tertentu ? telah berlangsung dinegara kita apa yang disebut dengan do’a bersama yaitu dengan berkumpulnya para pemeluk-pemeluk agama yang berbeda di suatu tempat lalu setiap orang dari mereka berdo’a kepada sembahannya/tuhannya untuk kebaikan negara ini,seorang muslim berdo’a kepada Allah swt, orang budha berdo’a kepada berhalanya /setannya /dewanya, dan seterusnya. apakah perbuatan tersebut termasuk kedalam kategori “ridha kepada kekufuran merupakan suatu kekufuran “?
eridhoan adanya didalam hati, tidak cukup hanya dengan sekedar berkumpul/berbaur bersama mereka ,iya itu tidak pantas dilakukan kecuali apabila disana terdapat kepentingan yang benar/tepat atau karena takut atau karena untuk menutup-nutupi. Adapun yang di maksud dengan menjadikan orang kafir sebagai sahabat itu bisa di artikan dengan menolong mereka seperti sabda Rosulullah saw “barang siapa yang menolong Ali maka aku akan menjadi penolongnya†,dan bisa diartikan dengan berkasih sayang atau saling mencintai seperti firman Allah swt “ لا تجد قوما يؤمنون بالله واليوم الاخر يوادون من حاد الله ورسوله ولو كانوا اباءهم او ابناءهم او اخوانهم “Tidak akan kamu dapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan pada hari kiamat sedangkan mereka saling berkasih sayang bersama orang-orang yang yang menentang Allah danRosulNya Walaupun mereka itu adalah sebagai bapak- bapak mereka atauanak-anak mereka atau saudara-saudara mereka “ Pada ayat ini Allah meniadakan keimanan seseorang yang mengasihi atau menjadikan sahabat orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya , dan bisa diartikan juga dengan meminta pertolongan mereka tanpa sesuatu yang mengharuskannya ,ketika Rasullah saw pergi untuk perang Badar atau Uhud terdapat sekumpulan orang-orang musyrik yang berkehendak pergi bersama Beliau untuk menolongnya, maka Rasullullah saw bersabda †kami tidak meminta pertolongan kepada orang-orang musyrik “. Adapun hanya sekedar berkumpul bersama mereka tidak termasuk kedalamnya . Akan tetapi seorang muslim hanya berdo’a kepada Allah Swt dan menghadap kepadaNya, maka itu tidak pantas dilakakukan apabila itu berdasarkan keridoan darinya dan atas keinginannya , akan tetapi tidak bisa kita katakan bahwa sanya perbuatan itu adalah ridha kepada kekufuran karena ridha itu tempatnya di hati . Adapun apabila dia mempunyai kepentingan yang benar dalam hal tersebut seperti dikarenakan takut atau menyangkut perkara-perkara politik pemerintahan atau untuk mengajak mereka kedalam agama islam atau yang lainnya maka itu tidak apa-apa. kesimpulan terakhir dalam perkara ini ialah bahwa sanya perbuatan itu di haramkan dan di takutkan mendapatkan kemarahan dan kemurkaan dari Allah swt ,akan tetapi tidak dapat kita katakan bahwa sanya orang tersebut telah kafir seperti halnya seorang muslim terkadang dia bercampur /bergaul bersama orang-orang kafir dalam suatu pekerjaan atau di dalam kantor ,dan itu tidak di anggap sebagai keridhaan kepada kekufuran , dan itu tidak ada bedanya apakah tempat tersebut adalah gereja atau yang lainnya Hingga terdapat di dalam hatinya keridhaan kepada pekerjaan mereka atau berkeyakinan bahwa mereka dalam kebenaran atau berkeyakinan bahwa sanya mereka dan kita dalam kebenaran . Maka dari itu selama dia berkeyakinan bahwa sanya agama islam adalah agama yang benar dan yang lainnya adalah agama yang sesat dan dia berkata bahwa sanya dia berkumpul bersama mereka atau saya masuk kedalam gereja mereka di karenakan kepentingan ini dan itu (maka dia tidak dapat di hukumi kafir) Begitu juga mengucapkan amin untuk do’a-do’a mereka itu tidak menjadikan seseorang menjadi kafir karena dia mengerjakan itu untuk menutup-nutupi ,dan apabila hanya sekedar perkataan saja itu tidak dianggap sampai perkataan tersebut sama seperti apa yang ada di hatinya . (Jawaban yang diberikan Al Habib Zein bin Ibrahim Bin Smith atas pertanyaan Ulama Pasuruan di Pon. Pes. Darulughah Wadda'wah)
Kuburan ada yang di wakafkan ada yang di berikan kejalan Allah(musabbalah) ada yang di miliki seseorang . Adapun kuburan yang di miliki seseorang yaitu tanah milik seseorang lalu dia mengizinkan orang lain untuk menguburkan disana ,maka tanah tersebut adalah tanah miliknya dan tetap akan menjadi miliknya akan tetapi tanah tersebut tidak boleh di manfaatkan kecuali setelah manyit yang ada didalamnya hancur, dan apabila manyit-manyit yang berada didalamnya sudah hancur dan tidak meninggalkan bekas, baik itu berbentuk tulang atau rambut atau daging ,maka tanah tersebut kembali kedalam kepemilikan pemiliknya lalu dia di pebolehkan untuk mememanfaatkannya dan menggunakannya dengan apa-apa yang dia kehendaki baik itu untuk pertanian,bangunan, rumah atau yang lainnya karena tanah tersebut masih dia miliki bukan tanah yang di wakafkan . sedangkan apabila kuburan tersebut di wakafkan dengan cara perkataan si pemilik tanah†saya wakafkan tanah ini untuk di jadikan kuburan†atau†untuk menguburkan mayit di dalamnya “dan dia mengucapkan akad wakaf tersebut atau tidak mengucapkannya akan tetapi sudah menjadi kebiasaan orang-orang yang tinggal di daerah tersebut bahwa sanya mereka menguburkan mayit disana dan ini dinamakan tanah yang di berikan ke jalan Allah(musabbalah), maka tidak boleh dimanfaatkan kecuali untuk menguburkan, tidak untuk di jadikan masjid atau sekolah atau yang lainnya, walaupun mayit yang berada di dalannya sudah hancur dan menjadi tanah selama kuburan tersebut adalah kuburan yang terhormat, baik itu kuburan orang-orang muslim atau kuburan orang-orang kafir dzimmi ,dan apabila kuburan tersebut adalah kuburan yang tidak terhormat seperti kuburan orang-orang yang keluar dari islam atau kuburan orang-orang kafir harbi (orang-orang yang memerangi islam) maka di perbolehkan untuk memanfaatkannya , dan tempat masjid nabawi dulunya adalah kuburan orang-orang musyrik maka Rasulullah memerintahkan agar di gali . (Jawaban yang diberikan Al Habib Zein bin Ibrahim Bin Smith atas pertanyaan Ulama Pasuruan di Pon. Pes. Darulughah Wadda'wah)
itu tidak termasuk dalam jenis jual beli karena definisi jual beli ialah memutar balik harta benda untuk mendapatkan keuntungan seperti akad jual dan beli, seseorang membeli suatu barang dengan niat untuk menjualnya kemudian dia menjual barang tersebut dengan maksud mendapatkan keuntungan , adapun apa yang di terima seseorang sebagai gaji dari pemerintahan , maka bukan tergolong dalam jual beli, yang diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya apabila gaji tersebut telah mencapai nisabnya dan telah berputar satu tahun penuh. Maka apabila gaji tersebut telah berputar satu tahun dan uang tersebut di simpannya ,dan juga telah mencapai nisabnya maka di wajibkan untuk mengeluarkan zakatnya ,seperti zakatnya emas, perak, dan yang lainnya dari salah satu bentuk mata uang(dirham). (Jawaban yang diberikan Al Habib Zein bin Ibrahim Bin Smith atas pertanyaan Ulama Pasuruan di Pon. Pes. Darulughah Wadda'wah)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar